Baca Novel Gratis Terpopuler

Baca Novel
Tidur Bersama Hujan


Berikut merupakan sambungan dari Novel Tidur Bersama Hujan BAB 2 Bagian 2. Kamu bisa membaca novel ini secara gratis tapi jangan lupa tekan tombol share dan berlangganan juga ya lewat email atau bergabung bersama komunitas Kumpulan Novel Cinta.


Sebelumnya saya sudah menerbitkan BAB 2 bagian Satu. Jika kamu belum membacanya silakan klik linknya atau kamu bisa pergi langsung ke Daftar Isi Novel Tidur Bersama Hujan.

Baca Novel Gratis Bab II Bagian Dua


Saat aku membuka mata, ternyata mentari sudah menerangi alam sekelilingku. Aku masih belum punya nyali untuk menemui Kak Eli dan masih memikirkan cara yang tepat untuk mengemis simpati darinya. 

Mungkin hanya dalam keadaan terdesak, aku akan menemuinya dan keadaanku kini masih belum melampaui batas itu.

Malam demi malam aku menghabiskan waktu di taman permainan. Menjelang Subuh, udara dinginnya seakan menusuk ke tulang. Malam ini, hujan gugur ke seluruh istanaku yang akhirnya menghentikan pelayaranku ke dunia mimpi. Aku pindah ke tempat yang sudah kupersiapkan apabila hujan turun. Tempat ini dipanggil study corner yang letaknya berdekatan dengan taman permainan pertama.

Study corner merupakan ruangan khusus yang tidak berdinding namun beratap dan dilengkapi dengan kursi-kursi dan meja-meja untuk belajar. Khusus dibangun oleh HDB (perusahaan perumahan Singapura) untuk memberi kemudahan kepada penduduk setempat.

Walaupun sudah kuambil beberapa helai pakaian untuk kujadikan selimut, namun aku masih kedinginan dan tempias air hujan sedikit membasahi tubuhku. Aku semakin kedinginan, rasanya sudah tidak sanggup lagi tapi apa yang dapat aku perbuat melainkan harus bertahan sehingga munculnya mentari. 

Ini benar-benar sebuah pengalaman yang sungguh berharga. Pengalaman tidur bersama hujan.

Rasanya seperti tidak punya siapa-siapa melainkan Allah di dalam dada. Setiap langkah dan gerakku, dia selalu ada. Dia yang Maha Adil, Maha Mengetahui dan Maha Mengerti. Dia tidak akan membiarkan aku menderita selamanya, apalagi dia tahu bahwa hamba-Nya ini tidak pernah menyerah kalah dan pasti sabar dalam menghadapi segala ujian hidupnya. 

Tiba-tiba, handphoneku berdering satu kali, pertanda bahwa ada pesanan sms yang masuk.

Pukul berapa kita hendak berjumpa? Bagaimana kalau kita berjumpa di Stasiun MRT Jurong East saja?

Pesanan sms dari seorang lelaki yang kukenal di sosial media. Tentu aku belum pernah melihatnya secara langsung. Foto dan realita bisa menjadi tidak sama.

Jam dihandphone menunjukan pukul 6.45pm. Aku harus berada di Stasiun MRT Jurong East tepat pada pukul 7.00pm. Kebetulan, aku sedang duduk di taman mini yang diapit oleh Jurong Point Mall dan Stasiun MRT Boonlay sambil menikmati nasi lemak yang kubeli di warung makan yang ada di Stasiun MRT Boonlay.  

Satu-satunya, warung makan yang menjual nasi lemak seharga $2. Dua bungkus nasi lemak sudah cukup untukku bertahan dalam sehari. 

Nasinya lumayan banyak, lauknya boleh kupilih antara daging ayam atau telur mata sapi dengan dua sosis. Untuk lebih hemat lagi, minumannya aku ambil dari air keran di toilet umum karena jika membelinya di warung, aku harus mengeluarkan uang sekurang-kurangnya, $1 Singapura. Dengan cara inilah, aku dapat bertahan hidup sebagai perempuan gelandangan di kota Singapura.

Pada waktu dini, Stasiun MRT Boonlay sedang dibanjiri manusia yang baru saja pulang dari kerja. Aku harus berdesakan dengan penumpang lainnya ketika masuk ke dalam MRT. 

Semua bangku sudah terisi, aku akhirnya berdiri sambil memandang keluar melalui jendela kacanya. MRT ini akan melalui Stasiun Lake Side dan Stasiun Chinese Garden, kira-kira menempuh waktu sekitar 7 menit ke Jurong East. 

Kuturuni tangga eskalator kedua untuk ke tingkat dasar. Stasiun MRT di Singapura memang bertingkat-tingkat. Stasiun MRT Jurong East saja terdiri dari tiga lantai. Lantai dasarnya sebagai area berbelanja dan warung makan, lantai kedua merupakan statsiun kontrol dan mesin penambah nilai kartu Ezlink dan juga merupakan gerbang keluarnya. Manakala landasan rel keretanya berada di lantai ketiga. 

Bahkan beberapa stasiun MRT yang lain ada yang memiliki ruang di bawah tanah sebagai landasan rel keretanya, contohnya adalah Stasiun MRT City Hall, Raffles Place dan lain-lain. Dengan kemudahan MRT saja, penduduk Singapura sudah boleh berbangga kepada dunia bahwa negara mereka sudah bisa disebut negara yang maju secara teknologi. 

Orang Singapura terlalu obsesi mengenai kebersihan. Itu sesuatu yang sangat bagus, namun untuk kondisi tertentu terkadang membuat aku risih. 

Dulu, ketika aku baru tinggal di Singapura aku lumayan risih dengan pembersih di warung-warung makan karena mereka kerap membersihkan meja yang sedang aku tempati. 

Aku fikir mereka seperti robot pembersih yang sudah diprogramkan secara otomatis untuk menghilangkan noda-noda kecil seperti setitik saus atau kecap yang menempel di atas meja atau pu di lantai ketika mereka melihatnya dan tak jarang kakiku juga turut dibersihkan mereka.

Selain itu, sangat sulit menemui sampah di jalan walaupun hanya puntung rokok. Bukan sesuatu yang aneh jika bangunan-bangunan di sini bersih mengkilat seperti baru saja dibangun. Jadi, bukan hal yang berlebihan jika aku bilang bahwa mereka terlalu obsesi dalam memelihara kota.

Aku menunggu lelaki asing itu di depan toko buku bernama Popular, toko buku yang cukup ternama di Singapura. 

Indra penglihatanku sedang mencari seseorang yang ingin ia temui di sini. Aku sedang mengamati seorang pria yang wajahnya seakan pernah kulihat di foto dan ciri-cirinya juga sama seperti yang dia utarakan. 

Rambutnya hitam pekat nan lebat agak panjang untuk seseorang pria, sangat padan dengan bentuk wajahnya yang bujur sirih. Matanya tidak terlalu besar, kurasa lebih besar daripada mataku dan aku boleh melihat otot-ototnya di balik baju hitam yang sedang ia pakai, manakala kakinya yang panjang dibalut oleh skinny jean biru tua dan kakinya beralaskan sepatu berwarna abu-abu yang ku tak tahu mereknya.

Penampilan yang sempurna! bahkan terlalu sempurna untuk gadis kampung yang sekarang berstatus gelandangan kota. 

Ya Tuhan, bagaimana dengan aroma tubuhku sekarang? karena sudah tiga hari aku tidak mandi dengan sempurna. Rambutku yang separas siku belum menyentuh air melainkan air hujan yang turun tadi malam. Aku berniat untuk kabur sebelum dia melihatku atau aku harus berpura-pura tidak mengenalinya jika kehadiranku di sini sudah ia ketahui.

Aku tidak bisa berkenalan dengan pria tampan yang kulitnya lebih cerah dan licin bak porselin cina sementara kulitku tampak kusam dan berdebu. 

Penampilannya jauh lebih bersih sementara penampilanku benar-benar seorang gelandangan sejati dengan sebuah koper  pakaian di sisi kiriku seperti seseorang yang baru saja diusir dari rumah. 

Oh, tidak! Pertemuan ini sungguh memalukan tetapi aku sangat memerlukan sahabat. Semoga dia dapat melihat daya tarikku dari sudut yang lain, tetapi aku tetap merasa rendah diri.

Oh, Tuhan! Rasanya, dia sudah mengenaliku. Pandangan matanya sudah tertuju kepadaku dan kini dia sedang berjalan menuju ke arahku berdiri. Segera kualihkan mataku ini ke arah yang berbeda, berpura-pura kalau aku tidak sedang memperhatikannya. 

Aku rasa dia sedang mendekatiku dan aku masih belum ada kekuatan untuk melihatnya. Degup jantung ini semakin tidak menentu dan kutarik napas panjang-panjang berusaha untuk bisa tenang. Aku tidak boleh tenang jika berhadapan dengan seorang lelaki yang wajahnya seperti bintang filem Korea.

Rasa cemasku sudah menguasai diriku bahkan aku tidak meyadari ketika tanganku dengan sigap mengambil koper pakaian yang kuletak di sebelah kiri, berniat untuk kabur dan aku masih enggan melihatnya. 

Aku menggerakkan kaki ini terlebih dulu berjalan ke arah kiri karena jika aku melangkah ke depan sudah pasti akan bertabrakan dengannya. Ketika kaki kiriku hendak melangkah tiba-tiba, suaranya menahan niatku untuk kabur. Gagal!

“Hey! where are you going?” oh, Tuhan, aku sudah gagal melarikan diri mungkin lebih baik seperti itu atau aku bisa mencoba trik yang kedua, berpura-pura tidak mengenalinya.

Semoga wajahku yang dia lihat di foto tidak sama dengan wajahku yang dia lihat sekarang. Segera kumemalingkan kepala ini ke sumber suara itu dan saat itulah kami bertentangan mata. Dugaan yang tepat! Matanya memang agak sipit tapi tidak sesipit orang cina. Wajahnya memang seperti bintang filem Korea yang sangat tampan. Aku bagaikan berhadapan dengan bintang Korea yang dipuja-puja ramai wanita. 

“Are you Meilani?” suaranya juga memikat. Oh, Tuhan ternyata dia mengenaliku. 

Terdiam sejenak untuk berpikir, apakah aku harus berpura-pura tidak mengenalinya atau sebaik-baiknya aku berterus terang saja jika akulah perempuan yang sedang dia panggil namanya.

“Meilani, right?” bukan lagi sebuah pertanyaan melainkan kepastian. 

“Sorry?” Aku sudah bisa tidak mengelak lagi karena terlalu gugup, apa yang ada dipikiranku, itulah yang kuucapkan.

“See!” sambil menunjukkan fotoku yang ada dihandphonenya. Syukurlah, di foto aku kelihatan sedikit lebih cantik dan pastinya bersih.

“No…” spontan dari gugup yang berlebihan. Dia memandangku dengan ekspresi seribu tanda tanya. Kami membisu beberapa saat dan dia melihat wajahku yang sedang menyimpan rasa malu yang tidak terhingga.

“I mean yes. That’s me!” suaraku agak pelan sambil mengerlipkan kedua mata lalu menggigit bibir bawahku untuk coba bertahan dari rasa malu dan gugup.

“Oh, okay!” senyumannya yang memaksa, dia sedang memikirkan keanehanku.

“I’m Danil.” ekspresi wajahnya yang sulit ditebak. 

“Hi Danil, you can call me Miu,” nada suaraku seperti orang yang terlalu ceria. Salah satu keanehan yang hadir jika aku dalam kondisi terlalu gugup, aku tidak mampu mengontrol emosi sendiri.

Aku memang merasa bahagia bertemu dengannya namun diwaktu yang sama aku tidak yakin dirinya sebahagia yang kurasakan sekarang.

 “Are you okay?” tanya danil sembari memperhatikan koper hitamku. Sekarang kami sedang berada di tangga eskalator menuju ke lantai dua statsiun MRT.

“Yes, I am okay,” sambil memberikannya senyuman yang sedikit memaksa.

“I mean your suitcase,” jarinya menuding ke arah koper pakaianku.

“Oh, it’s okay. Saya boleh membawanya sendiri,” Dia tidak punya rasa simpati yang tinggi pikirku.

Kami sudah melalui pagar-pagar penghalang yang merupakan pintu masuk stasiun, kemudian kami menuju ke tangga eskalator sebelah kiri karena yang sebelah kanannya merupakan arah menuju ke tempat asalku tadi. 

Lebih kurang dua minit kami menunggu kedatangan kereta. Ketika penantian itu berakhir, dia masuk ke dalam terlebih dulu. Ada sebaris bangku kosong dan kami serentak menuju ke sana tapi masih dalam keadaan yang terasa masih asing.

Terasa masih sangat canggung dan beribu pertanyaan menyerang pikiranku, mungkin dia kecewa setelah melihat wajahku yang digambar jauh lebih cantik daripada wajahku yang dilihatnya sekarang atau dia kecewa menemuiku. Sesekali aku mencuri pandang ke wajahnya, tatapan matanya lurus ke depan. 

Aku sempat merapikan rambutku dengan jemari lalu menarik napas panjang-panjang dan kemudian menghembuskannya. Satu-satunya cara yang dapat aku lakukan untuk bisa tenang. 

Aku melihat dia sedang menekan-nekan handphonenya dan dia masih dingin, mungkin dirinya malu dengan keadaan sekeliling karena bersama perempuan yang penampilannya seperti gelandangan. Ya Tuahn, aku terlalu banyak berpikir negatif sehingga memperburuk situasi. 

Aku harus menemukan cara untuk memecah rasa canggung yang luar biasa ini.

Kereta kini berhenti di Stasiun MRT Queenstown. 4 stasiun MRT sudah berlalu tapi kami masih enggan berbicara. 

“By the way, kita nak pergi ke mana ya?” 

“Redhill,” jawaban yang menjelaskan bahwa dia tidak tertarik untuk diajak bicara.

Ternyata benar, dia tidak menginginkanku bersamanya. 

“Mengapa kita pergi ke Redhill?” aku berusaha lagi untuk memancingnya berbicara karena aku tak kuat lagi berada dalam suasana yang membuatku terasa asing. Inilah perasaan yang sungguh menyengsarakan, sesaat terasa begitu panjang dan membosankan.

“Sorry?” kali ini dia memalingkan wajahnya ke arahku dengan ekspresi agar aku mengulangi pertanyaan itu lagi.

“Never mind, lupakan saja,” aku memberi nya senyuman yang memaksa.

“Oh, okay,” dia kembali menyibukkan dirinya dengan handphone. Sekarang, sudah jelas bahwa dia tidak suka aku bersamanya. 
Kereta sudah tiba di Stasiun MRT Redhill! 

Bersambung
Silakan mengunjungi ke daftar isi Baca Novel  Gratis untuk sebuah novel motivasi "Tidur Bersama hujan.