Novel Romantis: Tidur Bersama Hujan

Lanjutan  Bab 3 dari novel romantis yang bisa bikin kamu baper, baca novel terbaru sebuah karya yang terilhami oleh kisah nyata tentang cinta di kota Singapura. Sebut saja namanya Miu, seorang wanita yang hebat dan kuat dalam memperjuangkan mimpinya menjadi wanita bisnis.

Novel Romantis


Novel Romantis Terbaru


Novel romantis ini adalah novel bersambung yang bisa dibaca online dan tentu saja gratis. Makin lama alur cerita novel ini tentu saja bertambah menarik. Berikut Bab 4 Tentang Dia Bagian 1:

Novel Romantis
Novel Tidur Bersama Hujan


Bahia dan aku sedang menanti bus nomor 249 yang akan bermuara di Queenstown, kediamannya Bahia.

Bus nomor 30 kini menghampiri kami dan Danil pun masuk ke dalamnya setelah mengucapkan selamat tinggal. Setelah lebih kurang 15 menit menunggu akhirnya bus yang ditunggu-tunggu pun datang. Ketika masuk ke dalam bus aku mengekori Bahia dari belakang dan aku tidak melihat Bahia menempelkan kad ezlinknya pada mesin pembayaran atau pun memasukkan uang koin ke dalam tabung pembayaran.

Aku tidak lagi merasa heran tentang kebiasaan buruknya, kurasa Bahia sudah terbiasa naik bus atau pun naik MRT gratis. Aku tertawa di dalam hati dan segala hal yang berhubugan dengannya pasti menghiburkan.

Kami mengambil tempat duduk paling belakang dan kebetulan ada tiga tempat duduk yang kosong. Setelah sepenuhnya bersantai baru aku membuka mulut untuk mengenyahkan kebisuan di antara kami.

Hari ini hari Sabtu! Sekolah-sekolah di sini libur dan sebagian kantor juga libur, jadi tak heran suasana di dalam lumayan sepi pada waktu pagi sebegini. Sepanjang perjalanan, Bahia asyik bercerita tentang teman-temannya yang belum pernah aku temui. Bukan Bahia jika tidak menjelek-jelekkan teman-temannya tapi justeru itu bagian yang paling menghiburkan. Aku tidak menilainya sebagai perempuan yang bermulut jahat, namun aku memandangnya sebagai penghibur yang mampu membuatku tertawa panjang. Sudah pasti dia lebih sesuai menjadi seorang komedian daripada menjadi seorang penyanyi yang didambakannya.

“Nanti aku kenalkan kau dengan Samira.”
“Siapa itu Samira?”
“Kawan akulah, budak-budak Henderson tu. Tapi sorry, dia tak termasuk perempuan-perempuan cantik macam kita.”

“Kau kan Miss World,” balasku.

“Of course darling. What can I say? Miss world since 1992. Samira tu badan dia gemuk macam Amber crystal, pakai cermin mata pulak tu. So, kau dah boleh gambarkanlah macam mana wajah Samira.”

“Tapi aku suka namanya. Sa-mi-ra, very nice,”

Bahia membuang wajahnya sambil memuncungkan
mulut sebagai bentuk reaksiku memuji temannya. Melihat ekpresinya, aku pun tertawa.

“Itulah, namanya glamour gitu. Sa-mira… yang satu lagi Mas- amber- Crystal.. tapi bila tengok orangnya, mmm, tak sesuai langsung dengan nama yang glamour dan cantik. What can I say?” lagi-lagi kata-katanya memainkan muzik di jiwaku. Tak terasa perjalanan kami hampir berakhir.

Kami keluar dari bus bersama beberapa penumpang yang lainnya. Dengan cepat Bahia membaur bersama mereka agar tidak diketahui oleh pengemudi bus bahwa dia naik bus tanpa membayarnya karena semua penumpang harus menempelkan kartu ezlink untuk melengkapi transaksi pembayaran.

Bersambung,

Blok kediaman Bahia tidak jauh dari perhentian bus. Mereka hanya dipisahkan oleh lima buah blok. Rumah flatnya di lantai dua dan ketika Bahia naik ke atas aku menunggunya di bawah tangga. Lebih kurang lima menit kemudian Bahia muncul sambil menggenggam selembar wang kertas 10 dollar Singapura berwarna merah.

“Jom kita ke kedai kopi!”

“Tapi aku tak ada duitlah Bahia. Duit..”
“Don’t worry, aku belanja kau, okey?”

“Oh, thank you,” orang Singapura memang tidak pelit. Ucapku di dalam hati. Kami menelusuri beberapa buah blok dengan udara pagi yang masih terasa segar. Sepanjang perjalanan, Bahia tak habis-habis mengupas kehidupan Amber dan Samira yang ia anggap sebagai musuh, tapi aku sudah bosan dengan topik itu. Akhirnya, kutukar tema pembicaraan kami mengenai jual beli rumah di Singapura.

“Tadi itu, rumah kau ke?”

“Yes, that’s my house but not totally minelah.”

“What do you mean?” tanyaku.

“Rumah itu under two names. Nama adik perempuan aku dengan nama aku.”

“So, kau tinggal berdua?”

“Tak, kita orang bertiga dengan mak aku. Rumah itu sekejap lagi nak dijual tau. Kalau dah jual duit itu kita orang bagi dua.”

“Kalau dijual harganyaberapa?”

“Kira-kira 150 ribu dollar, gitu. So, aku dapat 75 ribulah.”

“Wow kaya, syeh. Kau nak buat apa dengan duit sebanyak itu?”

“Of course miss world nak mempercantikan diri and then miss world nak upgrade my education, tak macam budak-budak Henderson itu yang semuanya uneducated. “O” Level pun dia orang tak ada. Sorry ,aku tak pandang orang-orang macam mereka yang tak ada class, gitu,” entah kenapa aku tertawa mendengar kata-kata Bahia. Aku tidak memandang kata-kata itu sebagai hinaan tapi aku lebih menilainya sebagai hal yang lucu. Bahia memang selalu membuat aku tertawa tanpa aku dapat menghentikannya.
Pada waktu pagi sebegini kedai kopi dipenuhi oleh banyak pengunjung. Ada tiga warung yang menjual makanan Cina, 2 warung yang menjual makanan India muslim dan 1 warung yang menjual makanan Melayu seperti nasi lemak, nasi ayam dan nasi ayam penyet. Semua kedai kopi di Singapura adalah self-service artinya kita harus memesan sendiri tanpa dilayani oleh pelayan. Kami duduk dekat dengan warung makanan Melayu.

“Kau nak makan apa, Miu?” tanya Bahia.

“Nasi ayam ajalah.”

“Minum?”

“Teh tarik,” aku memang penggemar fanatik teh tarik yang rasanya agak kelat tapi lemak-lemak manis. Kelat itu yang membuat rasanya tidak jenuh dilidah. Sementara Bahia memesan nasi lemak dan minumannya, air kaleng rasa kacang soya. Menurutnya, minuman itu sangat bagus untuk kulit dan salah satu resepi awet mudanya.

Kedai kopi di Singapura memang tidak pernah sepi daripada pengunjung bahkan beberapa kedai kopi di sini beroperasi selama 24 jam non stop. Hobi orang Singapura adalah makan jadi tak heran jika warung-warung makan atau restoran-restoran tumbuh menjamur di seantaro kota. Kalau di kampung halamanku sangat sukar menemukan orang yang makan sambil berjalan tapi tidak di Kota ini. Pejalan kaki yang sambil menyuap makanan di mulutnya sudah menjadi pemandangan yang biasa dilihat di merata jalan. Jadi bukan sesuatu yang berlebihan jika aku berangapan bahawa orang Singapura hobinya adalah makan. Sesuatu yang paling menghiburkan.

Novel Romantis Terbaik


Lihat saja Bahia walaupun tubuhnya kecil namun makannya sangat kuat. Ketika nasi ayamku masih separuh, nasi lemaknya sudah selesai dilahap. Dia kembali ke warung yang menjual kue tradisonal Melayu. Membeli tiga keping epok-epok, yaitu sejenis kue yang berintikan daging ayam atau daging sapi. Dia menawarkannya kepadaku namun kutolak karena nasi ayam yang masih kunikmati sekarang ini belum tentu dapat dihabiskan.

“Miu, malam ini kau nak pergi ke night club, tak?” sambil mengunyah epok-epoknya.

“Night Club?” keningku berkerut menandakan tempat itu asing bagiku.

“Yes, night club. Kau belum pernah ke sana ke?”

“Belum,” sambil kugeleng kepala. Mata komedian itu tersenyum. Mungkin dirinya sedang menertawai sifat kampunganku.

“Hmmm kesiannya… tak apa, malam ini kita pergi night club bersama Danil, okey? Miss world nak kenalkan kau dengan lelaki-lelaki handsome, mesti kau suka.”

“Okay, sound great,” nada suaraku datar. Kata-kata Bahia yang terlalu vulgar membuat aku geli. Dalam waktu yang sama aku juga sedikit nervous karena club malam adalah sesuatu yang masih baru bagiku. Setiap pengalaman pertama pasti membuat jantung ini berdetak tak seperti biasanya.

“Miu, kau termenungkan apa?” suara Bahia nyaring mampu melayangkan pikiran-pikiran negatifku tentang dunia malam yang sampai sekarang kupercayai yang kurang baik.

“Kau nervous ke pasal club?” dia bertanya dalam keadaanku yang sudah sepenuhnya sedar.

“Yeah, a little bit,” kupertemukan gigi bawah dan atas.

 “Don’t think too much okay. Just make your life easier. It’s okay to be happy and having fun.”

“Okey, aku akan cuba walaupun aku tak seberapa suka,” sifat ingin tahuku mengalahkan prinsip hidup ini. Akhir-akhir ini hidupku memang dipenuhi dengan hal-hal baru yang menantang dan night club adalah sesuatu yang masih asing bagiku.
Akhirnya, kuterima ajakkannya pergi ke night club malam ini lagipun itu adalah satu-satunya alasan yang boleh menghindarkanku dari tidur sendirian bersama hujan.

Sepulangnya dari kedai kopi aku akan bermuara ke Boonlay menemui Kak Eli di rumahnya karena aku tidak punya dewi penolong yang paling tepat untuk meminta pertolongan selain dia.

Bersambung,

Sambil menunggu bus nomor 297, telinga ini ditemani oleh suara Bahia yang sedari tadi tak henti-henti menjelekkan teman-temannya. Nama Amber dan Samira benar-benar sudah melekat di otakku karena nama-nama itu kerap muncul bersama kata-katanya yang mampu memainkan musik di jiwa.

“Bila miss world teringatkan nama-nama dia orang, mesti miss world tertawa sesorang tau. Lucu gitu.”

“Kenapa?”

“Of course miss world ketawa. Bila dengar nama dia mesti orang ingat mereka itu perempuan-perempuan cantik sebab namanya glamour gitu. Mas-Amber Crystal so glamour tapi bila tengok orangnya, mmm, tut tut, tak sesuai langsung, kan?”

Aku tak berani beri komentar tentang itu tapi aku tak dapat menahan tawaku ketika Bahia mengatakannya. Kurasa itu yang membuat Bahia bersemangat saat aku bersamanya.

Bus nomor 297 yang dua tingkat sedang menghampiri kami. Aku masuk ke dalam bus bersama empat orang penumpang lain setelah mengucapkan kalimat selamat tinggal. Ketika aku sedang berdiri di ambang pintu bus, Bahia mengingatkan aku tentang janji kami untuk clubbing malam ini bersama Danil.

“Okey, kita jumpa petang ini di Bugis. Apa-apa aku bagi sms, okey?” suaraku lantang. Semua kursi di tingkat satu sudah penuh oleh penumpang bahkan ada beberapa yang sedang berdiri. Memandang tujuanku agak jauh maka aku pun naik tangga ke tingkat dua untuk memburu kursi kosong. Ternyata masih banyak kursi yang sedang menganggur dan aku bergerak menuju bagian paling depan.

Setelah beberapa saat duduk dan tubuh ini pun sudah merasa nyaman tiba-tiba pikiran dan hatiku diusik oleh mimpiku tadi malam, bertemu dengan seseorang yang kuusahakan untuk dilupakan karena terlalu sakit ketika mengambarkannya dan hatiku masih belum dapat melupakannya, bayangannya masih menerang di setiap kegelapanku.

Tanganku sedang mencari-cari sebuah pena dan buku harian untuk kucurahkan semua emosi yang sedang kurasakan. Akhirnya, kesendirianku mengajak untuk mengembara ke masa lalu bersama mantan kekasihku sekaligus cinta pertamaku.

Kuterbuai oleh penyiksaan yang mengasyikkan Ingin ku habisi tapi ku tak ingin karena dalam ketidakinginanku, tersimpan berjuta harapan akan persinggahanmu sekali lagi dalam dunia asmaraku kalau pun harus sekejap, ku tak peduli karena kehadiranmu bagaikan jatuhnya bintang, sekelip namun memberi berkas yang abadi.

Ku ingin berterus terang padamu Diary, siapakah orang yang selalu kusebut namanya setiap saat bahkan sampai sekarang pun nama itu tak pernah leka kuucap. Nama lengkapnya Muhammad Faiz dan aku memanggilnya Faiz. Kukenal dia pertama kali melalui dunia maya yang selama ini adalah jambatan buatku bertemu dengan orang-orang yang sudah memperkenalkanku dengan banyak warna kehidupan.

Lalu kami bertukar nomor handphone, terus kami bertemu di samping Raffles City Shopping Center, City Hall. Keluar dari Stesen MRT City Hall aku sudah berada di tempat kami pertama kali mengharmonikan getaran-getaran perasaan yang kemudian menghasilkan melodi-melodi cinta. Dia memakai bermuda yang dipadankan dengan kaos hitam dan topinya juga berwarna hitam.

Diaryku, ketika itu sama sekali aku tidak menduga bahwa perasaan yang kunantikan-nantikan seumur hidupku kini sedang singgah di hatiku. Tak ada ungkapan bahasa mau pun rangkaian kata-kata yang dapat menyamai keindahan tentang perasaanku saat memandang dirinya. Dalam diam aku bertanya apakah ini bahasanya cinta? Kukira hanya diriku yang sedang kehilangan kata-kata, ternyata dia pun sama jadi kita berbicara melalui senyuman.

Oh Diary, keindahan senyumannya juga tak dapat ku lukiskan dengan kata bahkan dengan apa pun. Bagai aku melihat senyuman yang paling menawan yang pernah dilihat oleh mataku, lama kita berdiam diri sambil membalas senyum masing-masing. Aku tak mungkin berucap dulu sebelum dirinya berucap. Kini dia sedang menghulurkan tangannya ke arahku.

“Nama saya Muhammad Faiz, tapi awak boleh panggil saya Faiz. Nama awak siapa?”

“Saya Miu.” Bayangkan Diaryku, kata-katanya begitu lembut jadi sudah pasti hatinya juga lembut. Kelembutan itu memang mampu meluluhkan segalanya.

“Awak dari mana ni?”

“Saya dari rumahlah, awak?”

“Saya baru balik dari kerja. Tempat saya kerja tak jauh dari sini. Awak tengok itu building kat sana!” Sambil dia menunjukkan jarinya ke arah bangunan Peninsula Exelsior Hotel dan di sebelahnya juga berdiri Peninsula Plaza.

“Awak, kita nak terus duduk kat sini atau kita berbual sambil jalan-jalan?” Kembali dia bertanya.

“Suka hati awak ajalah,” jawabku singkat.
“Okay, ada satu tempat yang nak saya tunjukan kat awak.”

“Tempat apa itu?”

“Tempat ni very romantic, saya yakin awak mesti suka. Jom ikut saya!”

Diaryku, sungguh aku tidak sabar menuju ke tempat yang hendak ia tunjukkan kepadaku. Sudah pasti tempat itu laksana syurga jika dia yang membawaku kesana. Memang aku sedang merasakan syurga sesuai dengan apa yang aku yakini bahwa sebenarnya syurga itu tidak harus dilihat tapi ia dirasakan dan syurgalah yang kini sedang kurasakan.

Diaryku, sungguh, aku belum pernah merasakan apa yang sedang aku rasakan sekarang. Ada rasa luar biasa dan rasanya lebih daripada sekadar luar biasa. Seperti inikah perasaan jatuh cinta?

“Awak dah makan?” Setiap kata yang diucapkan olehnya mampu menembus relung-relung hati sanubari. Suaranya merdu bagai buluh perindu, memang sampai kini pun suaranya masih dirindui.

Diary, aku ingin sekali mendengar suaranya walaupun hanya dalam mimpi. Kuingin dia memanggil namaku, kuingin mendengar tawanya, guraunnya dan kata-kata kasar tapi manja saat ia tengah marah kepadaku. Aku rindu dengan semua itu, Diary.

“Saya dah makan. Sekiranya awak belum makan tak apalah kita singgah sekejap kat McDonald.”

Diaryku, sebenarnya aku belum makan tapi aku bohong kepadanya karena aku malu. Hanya beberapa langkah kaki saja kita sudah berada di area makanan cepat saji seperti McDonald, KFC, Long Jhon dan banyak lagi. Kehadiran mereka memang menjamur di kota cinta pertamaku ini bersemi.

“Okay, saya pun sebenarnya dah makan tapi kalau awak nak sesuatu, maybe awak nak beli air then kita boleh singgah sekejap kat sana.”

“Boleh.”

Aku memesan minuman coca cola bersaiz besar untuk kami berdua lalu dia yang membayarnya.

Diary, Faiz memang pandai mencuri hatiku. Buatku tak perlu melakukan hal-hal yang besar, hal-hal kecil seperti yang ia lakukan tadi sebenarnya sudah mampu merangkai taman bunga di hatiku. Itu memang benar Diary, lelaki tidak perlu melakukan sesuatu yang besar untuk meluluhkan hati perempuan sebab hal-hal kecil seperti membukakan pintu mobil, menolong membawakan barang-barang yang sedang dibawa oleh pasangannya, memesan makanan atau membelikan sesuatu yang diinginkan oleh pasangannya, hal-hal kecil seperti itulah mempunyai nilai teristimewa di hati seseorang perempuan. Faiz memang ahli tentang itu dan sepanjang perjalanan tadi dia juga menolongku membawakan rangsel yang sering aku bawa ke mana-mana.

Baca Novel Romantis Online


Diary, bagaimana aku dapat melupakannya secepat keringnya air mata di pipiku sebab kutemukan sesuatu dalam dirinya di mana sesuatu itu tidak aku temukan pada mana-mana lelaki yang pernah aku kenal.

Oh Faiz…
Kewujudanmu bagai mimpi indah.
Biarpun sekejap tapi mampu merangkai taman syurga dihatiku.
Cinta yang kau hadiahkan untukku seperti jatuhnya sebutir bintang.
Biarpun cuma sekelip namun memberkas di hatiku untuk selamanya.

Faiz, hadirnya dirimu dalam hidupku ternyata mampu membuktikan kepadaku akan kebenaran kata-katanya Khalil Gibran, seorang punjangga legenda yang paling aku kagumi. Beliau pernah berkata, “jangan kau kira bahawa cinta itu bakal tumbuh karena pergaulan yang lama atau rayuan yang terus-menerus. Cinta merupakan perpaduan dua perasaan yang memiliki unsur-unsur untuk saling harmoni dan sekiranya ia tidak tercipta dalam sesaat maka yang namanya CINTA tak akan pernah wujud buat selamanya.”

Oh Diary aku juga mencium bau tubuhnya. Baunya sungguh khas di penciumanku. Bau itulah yang paling ingin aku hidu. Aku tahu dia tidak menggunakan perfume tapi bau keringatnya sungguh wangi memberikan kedamaian di hati.

Bersambung,