Tiba tiba, aku
mendengar suara yang sudah tidak asing lagi yang terdengar samar-samar dan aku
segera menoleh ke belakang.
“Miu! Miu! What are you doing here?” Bahia dengan berpakaian seksi sedang
menghampiriku.
“Bahia, Aku
sedang mencari Faiz,” dengan raut wajah yang masih menyimpan kebimbangan. Bahia
mengerutkan keningnya mengisyaratkan bahwa ia tidak mengerti dengan jawabanku.
“Faiz? Siapa
Faiz?” aku belum pernah mengatakannya kepada siapa pun.
“Aku berusaha
untuk melupakannya tapi entah mengapa akhir-akhir ini bayangannya semakin kuat dalam
ingatanku. Barusan aku melihatnya sedang duduk di Starbuck tapi tiba-tiba dirinya
menghilang dan sekarang aku sedang mencarinya. Tolong aku Bahia, tolong aku
untuk menemukan Faiz.”
“Sekarang aku mengerti, Faiz adalah
orang yang selama ini kau pikirkan setiap masa,” aku mengangguk lemah.
“Miu, aku kesian
sangat dengan kau. Selama hidupku belum pernah aku tengok ada orang yang betul-betul
mencintai seseorang seperti kau mencintainya. Aku paham hati kau pasti terasa sakit
sekali tapi percayalah bahawa waktu boleh menyembuhkan lukamu dan kau kena
banyak bersabar dan belajar untuk ikhlas? Aku selalu ada dalam keadaan kau
susah dan senang.”
“Betulkah waktu
boleh menyembuhkan hati yang sedang terluka karena kehilangan
seseorang? Tapi, masalahnya sampai bila kumerasakannya?
Satu bulan, dua bulan, tiga bulan dan sekarang sudah
setengah tahun, but I am still thinking about him for every single day. Mungkin waktu tak
boleh menyembuhkannya tapi waktu hanya membantu kita
terbiasa dengan luka itu,” Bahia segera mendekapku dan
berusaha menghiburku dengan kemampuannya menciptakan lelucon-lelucon yang menggelitik
hati.
“by the way, aku tak mahu tengok kau
bersusah hati lagi sebab malam ini kita ada
party dan aku akan hiburkan kau. Kita joget
puas-puas kat club night nanti then aku akan kenalkan kau dengan kawan laki-laki aku yang handsome-handsome. Confirm kau mesti suka,” Kata-kata yang terlalu berani dan vulgar untuk diucapkan
oleh seorang perempuan. Musik dijiwaku pun bersenandung dengan merdunya lalu ia
kian merdu disaat aku menyadari penampilan Bahia yang menyerupai cat women.
Dia mengenakan sepatu
boot hitam yang separas lututnya lalu memakai celana panjang yang ketat berwarna
hitam polos mengkilat serta dipadankan dengan jaket kulit warna hitam yang juga
ketat sehingga menampakan likuk-likuk tubuhnya. Andaikan dirinya mengenakan
topeng dan mengenggam cambuk hitam maka sudah pasti Bahia menjadi cat women yang sempurna. Kembali dirinya memainkan musik dijiwaku tanpa
belas kasihan.
“Nah, macam
itulah, ketawa dan aku happy sangat bila tengok kau ketawa macam itu,” ceria
itu pun kembali hadir di wajah Bahia yang bermake-up terlalu terang. Perempuan-perempuan
di sini memang suka bermake-up ala artis-artis barat.
Dari cara mereka bermake-up aku dengan mudah membedakan antara perempuan lokal dengan
perempuan Indonesia yang bermake-up ala kadar yang seolah-olah tidak
bermake-up. Bagiku secara pribadi, itulah seninya bermake-up yang membuat
make-up itu indah karena kelihatan natural.
“Bahia , you look so beautiful and very sexy,” aku tahu Bahia
sangat senang dengan pujian.
“Off course, darling. I am a Miss world
since 1998. What can I say?” wajahnya kian merona dan suasana pun kembali ceria. Respon Bahia terhadap pujianku tadi sudah cukup membuat jiwa ini bernyanyi.
Ketika cinta itu begitu menyiksa, maka ia akan terasa lebih
nikmat dan teramat mengasyikan untuk diakhiri.
Bugis Junction
dan Bugis Street saling bertatapan. Mereka hanya terpisahkan oleh jalan raya
yang cukup lebar. Jalan raya yang sedang Bahia dan aku seberangi sekarang,
kenderaannya melaju ke arah kiri dan kini kami sudah pun berdiri di tengah-tengah
antara kedua-dua jalan raya tersebut kami menunggu lampu hijau menyala agar
kami boleh melintas dengan selamat sekaligus menemui Danil yang sedang menunggu
di pintu gerbang Bugis Street.
Rasanya sudah
tidak sabar melihatnya untuk yang kedua kali. Jantungku berdenyut lincah dan kurasakan ada sejenis enzim
yang sedang mengalir bersama darah ke sekujur tubuh
sehingga membuat perasaanku bahagia.
Denyutan jantungku kian lincah tatkala bayangan Danil terlukis di kedua-dua bola
mataku. Model rambutnya belah di tengah dan panjangnya separas leher menambah kharismanya. Kemeja warna ungu yang
membalut di tubuhnya kelihatan sedikit ketat sehingga
menampakkan otot-otot badannya yang berkulit
putih bersih. Hidungnya memang kecil tapi mancung begitu juga dengan mulutnya yang munggil dan berbentuk, dia memang lelaki tampan yang berkarakter dan cukup seksi ketika kedua kakinya
yang panjang dibalut dengan skinny jean hitam. Danil tidak sesuai
menjadi buruh pabrik. Rupanya yang menawan lebih
sesuai menjadi seorang model ataupun aktor bintang film.
Ia menatapku agak
lama juga dengan raut wajah yang sedang berfikir. Sulit untukku menerka sesuatu
yang ada di pikirannya. Aku pikir dia mungkin terkesima dengan penampilanku
yang sekarang. Sudah tentu aku kelihatan sangat berbeda dengan diriku yang
pertama kali dia lihat.
Rambutku sudah
tidak lagi beratakan seperti ia lihat kemarin serta dandananku sudah rapi,
bersih dan mengeluarkan aroma harum Ana Sui. Aku juga merasa lebih bahagia dan ceria
tidak seperti pertama kali dia melihatku yang sarat dengan beban hidup.
Berada di samping
Danil, kumerasa seperti seorang puteri yang hidup di kerajaan dongeng.
“Danil!” panggilan
Bahia masih belum mampu mengusik tatapannya kepadaku. Sekarang aku benar-benar
yakin lelaki tampan yang sebelum ini ku pikir angkuh sedang menatapku dengan sejuta
makna.
“Danil!” Bahia
kembali memanggilnya dan Danil segera mengalihkan pandangannya ke Bahia. Kali
ini aku tersenyum bahwa yang ku pikirkan tentang dia ternyata benar adanya.
Danil sedang terkesima melihat penampilanku.
Bersambung,
Silakan kembali ke daftar isi novel Tidur Bersama Hujan untuk melanjutkan Bab yang belum kamu baca.