Novel Percintaan Bikin Baper

novel cinta yang bikin baper
Novel Tidur Bersama Hujan Bab 2 Bagian 3

Pada halaman ini saya menyambung kembali kisah cinta yang bikin baper, novel Indonesia berjudul Tidur Bersama Hujan. Sebelumnya telah saya tulis Bab 2 bagian 2  dari novel romantis ini. Berikut masih Bab 2 namun bagian terakhirnya. 

Jika novel ini bisa bikin kamu baper maka jangan lupa untuk menekan tombol share yang ada dibawah postingan ini. Sekali lagi selamat membaca dan berlangganan lah bersama Blog Novel MK; kumpulan novel cinta, novel fiksi petualangan dan novel islami.

Novel Cinta yang Pasti Bikin Baper


Hey, dah sampai. Jom pergi sekarang!” 

Aku berjalan mengikutinya dari belakang sembari mengheret koper. Sengaja aku bergerak lamban untuk menciptakan jarak dengannya.

Jaraku dengannya sudah lumayan jauh tapi dia masih enggan menoleh ke belakang dan semakin kuperlahankan langkahku lagi sebagai bentuk luahan dari rasa kesal dan kecewa.

Aku baru saja menuruni tangga eskalator menuju tingkat dasar manakala dia sudah berada di pagar penghalang yang merupakan pintu keluar stasiun yang juga terletak di lantai yang sama, karena Stasiun MRT Redhill hanya memiliki dua lantai.

Tubuhnya sudah lenyap dari pandanganku. Raganya sudah melewati pagar-pagar penghalang. Ayunan langkah kakiku dipercepat menuju pagar-pagar penghalang dan segera kutempelkan kartu Ezlink untuk boleh membukanya lalu kulihat balance-nya tersisa $1.50. 

Ketika beberapa langkah aku menjauhi pagar-pagar penghalang yang masih di dalam stasiun, kehadirannya kembali hadir. Dia menyadari tatapanku lalu kembali berjalan menuju bagian kiri stasiun seolah-olah memberiku petunjuk untuk mengikutinya. 

Ada tiga hal yang kunilai tentang Danil. Pertama dia bukan penduduk asi Singapura karena loghatnya. 

Kedua dia tidak menyukaiku karena, sikapnya yang enggan diajak bicara.

Ketiga dia sangat tampan tetapi angkuh.


Dia berjalan kira-kira 10 meter di depanku dan kupercepat gerakan kaki untuk memendekkan jarak dengannya. Aku berjalan seperti biasa setelah berjarak satu meter dengannya. Aku tidak tahu ke mana lelaki itu akan berhenti namun yang pasti kami sudah membelakangi stasiun MRT. Suasananya tidak cukup terang namun juga tidak gelap sehingga aku melihat semuanya samar-samar.

Dari kejauhan, kulihat ada sekumpulan manusia dalam kondisi bayangan yang samar-samar dan di bagian kiri ada sebuah lori yang sedang menyelinap di antara beberapa buah kereta yang sedang diparkir. Mungkin bagian kiri adalah tempat parkir kenderaan dan di tengahnya sebuah taman kecil dengan pohon-pohon rindang dan beberapa buah tempat duduk.

Bayangan mereka yang tadinya samar-samar kini sudah tampak jelas. Mereka berjumlah 5 orang. Seorang pria dan yang lainnya perempuan, namun wajah mereka masih belum dapat dilihat dengan jelas. 

Kuperlahankan lagi hayunan kaki-kaki ini setelah aku yakin langkah lelaki tampan nan angkuh itu akan bermuara di tempat mereka berkumpul karena kulihat salah seorang dari mereka sedang melamnaikan tangannya kemari sembari meneriakkan sesuatu yang tidak kupahami.

Lelaki yang menamakan dirinya Danil sudah membaur bersama mereka lalu mengucapkan sesuatu dengan nada yang perlahan dan ketika itulah mereka dalam waktu yang hampir sama memperhatikanku. 

Novel cinta Bikin Baper
Tidur Bersama Hujan


Jantung ini mulai berdenyut tak terkendali, belakang tubuhku seperti disengat listrik yang merambat sehingga ke leher lalu ada beban yang berat berlabuh di bahuku. Belum pernah diri ini membaur bersama orang banyak apalagi dengan mereka yang sama sekali tidak aku kenal, rasanya sangat terasing dan sudah pasti tidak menyenangkan.

Mereka masih setia memperhatikanku dan salah seorang perempuan yang sedang mengenakan celana pendek nan seksi melambaikan tangannya dan meneriakkan sesuatu yang kupahami sebuah ajakan. 

Syukurlah, dia membantuku untuk kembali melangkahkan kaki-kaki ini ke arah mereka, sembari aku melapazkan sesuatu untuk diri sendiri yang sering kuucapkan untuk menghidupkan rasa percaya diri. 

“I am attractive, intelligent, confident, successful business woman,” ungkapan sederhana yang mampu membangkitkan rasa percaya diri. Ini juga cara yang ampuh untuk mengatasi rasa gugup berlebihan. 

Dengan langkah yang perlahan aku dekati mereka. Berbagai perasaan yang tidak menyenangkan bertubi-tubi menyerang hati dan pikiran ini. 

Oh, Tuhan, rasanya aku seperti seorang perajurit perang yang tengah diserbu oleh peluru bertubi-tubi dari segala arah. Memang ini peperangan. Berperang melawan musuh-musuhku sendiri. Mereka adalah perasaan malu dan perasaan rendah diri yang telah mengecilkan duniaku

Dengan cepat kuubah ekspresi wajah cemas ini menjadi setenang mungkin. Kuhadiahkan mereka senyuman dari hati. Perempuan yang tadi melambaikan tangannya dengan sigap meraih koper pakaian yang sedang kubawa.

“Kau ini Danil tak gentleman betul, sampai hati kau biarkan dia bawa suitcace,” ucapnya dengan loghat Melayu asli Singapura yang mendayu-dayu. 

“Sebenarnya tadi Danil nak tolong bawakan tapi saya tolak, jadi bukan salah dia,” responku.

“Okay, kenalkan aku Bahia,” dia yang pertama kali menghulurkan tangan ke arahku.  

Rambutnya separas bahu, tubuhnya yang kurus dan kecil sama besarnya dengan tubuhku tapi ia sedikit lebih pendek. Gayanya paling seksi di antara yang lainnya, bercelana pendek separuh paha dengan kaos nan ketat berwarna hitam yang tidak berlengan. Wajahnya cantik natural tanpa make-up. Jika kuperhatikan wajahnya kurasa, dia yang paling dewasa di antara mereka semua namun masih tetap kelihatan menarik. 

“Oh ya, aku Miu,” kusambut tangannya dengan penuh kehangatan. 

“Hey Danil, kau sudah bawa dia ke sini tapi kau diam pula. Kau kenalkanlah dengan kawan-kawan kita semua. Apalah kau ini,” Danil mendekatiku. 

“Jom aku kenalkan dengan mereka.” 

Aku berdiri di depan perempuan yang panjang rambutnya hampir sama dengan rambutku tapi warnanya merah kecoklatan, bibirnya berwarna merah jambu dengan tahi lalat di sisi kanan dagunya. Sewaktu berdiri ketinggian kami tidak jauh berbeda. 

“Kenalkan ini Meilani,” Danil memperkenalkan nama penuhku. 

“Panggil saja aku Miu,” 

“Hai, aku Chacha,” kusambut huluran tangan gadis yang mengenakan rok mini berwarna coklat yang lumayan ketat dengan bagian atasnya berupa jaket getah kecoklatan yang menampakan lekuk tubuhnya. Di sebelah kanan Chaca tampak seorang lelaki kacukan Arab, bagian matanya yang paling menyerlah dengan alisnya yang lebat serta memiliki bulu mata yang lentik. Dia lebih tinggi, tubuhnya agak besar dengan bidang yang kurasa lebih lebar dari Danil.

 “Aku Zulfikar and you can call me Zul,” 

Danil kemudian membimbingku ke arah dua perempuan lainnya dan di sana ada Bahia sedang menyanyikan lagu Krisdayanti, Menghitung Hari. Suaranya nyaring dan sangat menganggu telinga yang mendengarkannya. Anehnya dia begitu percaya diri saat mendendangkan kidung tersebut yang seolah-olah dirinya menyerupai sang diva Krisdayanti.

Perempuan yang tubuhnya jauh lebih kurus dari wanita yang duduk di sebelahnya menghulurkan tangan terlebih dulu. Aku lebih tinggi dan juga lebih kurus. Kulitnya sawo matang tak jauh beda dengan warna kulit Bahia. Wajahnya seperti peranakan Arab bermata lebar dengan alis lebat hitam dan bulu mata yang panjang. Kami sama-sama menggunakan jean biru, tapi jeannya lebih ketat dari yang kukenakan sementara bagian atasnya baju tank top polos berwarna putih.

“Hi, I am Melisa.”

Di sebelah Melisa sedang duduk gadis berambut pendek berwarna emas, postur tubuhnya cukup tinggi dan besar, seakan-akan besarnya lima kali tubuhku. Dari kami semua hanya dirinya yang bermake-up secara profesional. Pipinya yang tembam selaras dengan tubuhnya. Ketika yang lainnya berdiri saat menyalamiku tapi gadis yang kurasa tingginya hampir sama dengan Danil tak mau beranjak dari tempat duduknya. Mungkin berat tubuhnya yang lima kali berat tubuhku sehingga akan sulit untuk bangkit.

Tatapannya sedang sinis menatap kaki-kakiku yang mengenakan sepatu ungu yang warnanya sudah pudar lalu ke tubuhku yang dibalut dengan kaos merah jambu yang ukurannya tentu saja sudah melebar hingga ke wajahku yang terpaksa menyuguhkan senyuman dipaksakan agar aku tak ketahuan terganggu oleh sorotan kebenciannya dan kebencian itu kemudian berlabuh pada koper hitam yang diletakan oleh Bahia di sisi kirinya.

 “I am Am-ber,” suaranya sengaja dimegah-megahkan tapi aku masih ingin tersenyum sambil menghulurkan tangan dan disambut dengan gerakan yang terkesan memaksa. Sudah jelas dan terang kalau Amber tidak menginginkan kehadiranku di sini.

“Mas Amber Crystal, The Most Beautiful woman in The World,” canda Danil, dia pun tersipu malu. 

Dari sorotan matanya sudah dapat kubaca, dia menaruh hati kepada Danil dan dugaanku diperjelas ketika dia meraih tangan Danil dengan penuh perasaan.

Kedua mata Amber melotot menatapku. “Asal kau datang sini dengan suitcase? Dah macam orang kena halau,” dengan intonasi menyindir halus, sungguh tak nyaman kudengar. Danil kembali mengusiknya sehingga membuatnya tertawa manja sekaligus memberikan aku kesempatan untuk tidak mempedulikan pertanyaannya.

Kupasang raut wajah bersemangat saat menonton aksi panggung Bahia. Suaranya lumayan mengganggu. Hanya aku yang menyaksikan aksi panggung Bahia sementara yang lain sedang sibuk dengan hal mereka masing-masing. Chacha masih mengobrol dengan lelaki yang berwajah Arab sedangkan Danil masih sibuk mengusik Amber yang wajahnya kian merona, sementara Melisa sibuk mengotak-atik handphone dan tangan kirinya sesekali menyuguhkan rokok ke mulut. 

Kupikir mereka juga merasa terganggu dengan suara Bahia yang seringkali menjerit seperti suara kucing kesakitan atau seperti suara radio yang baterainya sudah suak atau bahkan lebih buruk dari itu semua.

Pandanganku masih lurus ke arah Bahia berdiri dan aku bertepuk tangan setiap kali ia menamatkan nyanyiannya. Hanya itu yang bisa kulakukan untuk tidak merasa asing. Entah bagaimana aku bisa bertahan cukup lama mendengarkan suaranya dan sekarang dia sedang menyanyikan lagu yang keempat, nyanyian Mariah Carey berjudul My All. 

Aku bertahan, bukan karena suaranya tapi bagai aku menyaksikan seorang komedian yang sedang menghiburku dengan tulus yang tak henti-henti memainkan musik di jiwaku.

Suara yang tadinya membuat kuterganggu kini sudah disihir menjadi suara penyemangat jiwa dan penyegar pikiran dan hati. Aku menikmati nyayian Bahia dengan hati dan pikiran terbuka dan bagiku itu adalah nyanyian terindah yang pernah aku dengar.

“Terimalah ‘Cindai’ lagu terakhir daripada Siti dan lagu ini ialah lagu penutup untuk concert Siti pada malam ini. Siti minta semuanya bertepuk tangan untuk persembahan Siti yang terakhir,” dengan gaya Bahia meniru Siti Nurhaliza sungguh lucu dan menghiburkan jiwa. 

Hanya aku yang bertepuk tangan namun setelah Bahia mengulangi kalimatnya dengan suara yang seolah menembus cakerawala, Mereka pun ikut menyorakinya namun tidak untuk Mas Amber Crystal. 

Setelah usai aksi panggung Bahia, ia duduk di sampingku. 

“Sedap tak suara I tadi?” tanya Bahia masih meniru gaya Siti Nurhalizanya.
“Ya, aku rasa sangat terhibur sekali,” 

Tapi, yang pasti suaranya sudah menjadi pelipur hatiku malam ini. 

“Kau bertuah malam ini sebab selalunya aku nyanyi sebuah lagu saja tapi malam ini aku rasa happy sangat dan aku sengaja nyanyi lama-lama sebagai tanda sambutanku untuk member baru dalam anggota perempuan cantik, kecuali Amber,” dua kata terakhir diucapkannya dengan suara berbisik dan aku kembali tertawa kecil.

Bahia bagaikan mentari yang hadirnya mampu merubah mendung menjadi hari yang cerah.

Bersambung,

atau kembali ke Daftar Isi Novel Cinta "Tidur Bersama Hujan" Apakah kamu baperan setelah membaca novel ini? Kamu bisa meninggalkan kesanmu di kolom komentar dan jangan lupa tekan tombol share dibawah ini ya.